Ngurug, prosesi mengubur jenazah
Jika tidak melakukan upacara ngaben, maka jenazah haruslah dikubur terlebih dahulu di kuburan desa adat setempat. Prosesi mengubur jenazah di Bali sering disebut dengan istilah ngurug atau ada juga yang menyebutnya dengan istilah mekinsan ring pertiwi (dititip di tanah/pertiwi). Keluarga dan warga setempat akan membawa jenazah dari rumah ke kuburan adat desa setempat.
Prosesi ngurug ini menggunakan beberapa sarana upacara dan dipimpin oleh seorang pemangku (orang suci dalam agama Hindu). Setelah melakukan prosesi penguburan, nantinya keluarga akan melakukan Tradisi Memunjung pada hari-hari tertentu di kuburan tersebut. Biasanya dilakukan pada hari raya seperti Galungan dan Kuningan. Saat memunjung, keluarga akan membawakan makanan ke kuburan anggota keluarga yang telah meninggal, seolah-olah seperti menghaturkan makanan dan minuman kepada keluarga yang telah meninggal.
Memegang Kuat Tradisi
Tak dipungkiri, Bali yang dikunjungi oleh banyak pendatang membuat Pulau Dewata mudah terpapar tradisi luar. Salah satunya modernisasi pada arsitektur rumah, keberadaan ruang tamu merupakan adaptasi dari peradaban Barat.
Kebiasaan makan pakai sendok juga merupakan adaptasi dari budaya penjajah, sebab diterangkan oleh Gde Aryantha bahwa orang Bali sejak dulu makan dengan posisi jongkok dengan meja yang rendah. Hal ini merupakan keunikan sebuah tradisi yang masih ada hingga sekarang namun tak banyak lagi dilakukan.
"Jadi Bali itu disukai di dunia karena unik dan otentik, tidak ada di dunia. Itu selalu saya bilang di buku-buku saya. Dalam kehidupan modern, orang Bali jelas ada yang terbawa pengaruh Barat. Tapi semua tergantung pola pikir, sehingga bisa membedakan mana yang sekiranya mampu memajukan peradaban," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa orang Bali itu kuat dengan tradisi, hal inilah yang menjadi benteng. Sehingga meskipun ada budaya Barat yang masuk, tetap orang Bali mampu menjaga tradisinya.
"Misalnya kesenian Barong, itu kan ada barongsai. Ornamen-ornamen ukiran-ukiran itu kan pengaruh cina, pengaruh mesir ada juga. Tapi kehebatannya orang Bali sebagai makhluk seni, yang mereka terima itu mereka create menjadi suatu yang baru. Sehingga ketika mereka masuk ke ranah tradisi, mereka jadi disiplin, jadi baik. Itu juga suatu yang unik, bagaimana pengaruh luar tidak sampai masuk ke jantung, ke intinya. Cuma di permukaan saja," pungkas Gde Aryantha.
Ada Akulturasi Budaya dan Agama
Desa Pegayaman adalah desa dengan mayoritas penduduk beragama Islam, di tengah lingkungan masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu. Dalam buku Bali Menggugat oleh Putu Setia, diceritakan bahwa mereka tetap mempertahankan tradisi Bali. Mereka juga tetap menggunakan nama-nama asli Bali seperti Wayan, Nengah, Ketut, Made, sebagai nama khas orang Bali sesuai urut kelahiran.
Salah satu budaya yang masih dipertahankan yakni Ngejot, membawa makanan ke tetangga sebagai sarana silaturahmi. Hal ini dilakukan pada bulan-bulan puasa. Penduduk setempat masih memegang teguh tradisi Bali selama tidak melanggar keyakinan beragama, terlebih jika itu berbagi dengan orang lain.
Selain itu ada pula tradisi Muludan sebagai perayaan lahirnya Nabi Muhammad, warga Pegayaman mulai membuat ogoh-ogoh (patung raksasa yang biasa dipakai umat Hindu dalam menyambut Hari Raya Nyepi) yang kemudian diarak warga.
Nah detikers, itulah tadi penjelasan lengkap mengenai kebiasaan orang Bali yang jadi ciri khas dan daya tarik bagi para wisatawan. Sungguh unik dan membanggakan ya? Kini tak heran mengapa Bali selalu jadi primadona dalam wisata.
Kematian adalah lingkaran kehidupan yang harus dilalui setiap orang. Artikel kali ini akan membahas mengenai prosesi yang dilakukan saat seseorang meninggal di Bali menurut Hindu. Hindu percaya, bahwa roh orang yang meninggal harus diupacarai agar bisa menyatu kepada Sang Pencipta.
Selain Ngaben atau upacara pembakaran jenazah, ada beberapa prosesi atau tradisi yang dilakukan di Bali. Berikut ini adalah beberapa tradisi atau prosesi orang meninggal di Bali.
Baca Juga: Mengenal Ngaben Tikus di Tabanan dan 4 Tradisi Unik Lainnya
Baca Juga: Makna Upacara Ngulapin saat Orang Bali Terkena Musibah
Ramah dengan Pendatang
Orang Bali punya kultur yang selalu ramah dan terbuka dengan kehadiran pendatang. Sebetulnya, kebanyakan orang Indonesia memang punya cara sendiri menyambut tamu, yakni dengan beramah tamah. Sambutan hangat tak hanya jadi kultur bagi orang Bali, namun juga penduduk Jawa Tengah, Yogyakarta, Bandung, dan beberapa kota lain pun memang berusaha welcome dengan pendatang.
Hal tersebut dibenarkan oleh Gde Aryantha Soethama saat dihubungi detikcom, Selasa (26/10/2022). Seniman, sastrawan, sekaligus penulis buku asal Bali ini menjelaskan bahwa kebanyakan orang Indonesia disebut 'gampang guyub'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Orang Indonesia dan orang-orang Timur itu gampang guyub. Kita punya kebiasaan atau culture yang suka dengan kebersamaan. Sementara di Bali, terdapat keunikan dan keotentikan dari culture 'guyub' itu. Inilah yang membuat pendatang betah," jelasnya.
Sering kita melihat rutinitas para penduduk ibu kota, saat jenuh mereka memilih untuk refreshing sejenak ke Bali atau bahkan membawa pekerjaannya sembari healing di Bali. Pulau Dewata terasa begitu menenangkan dan menyimpan kesan tersendiri bagi para pendatang.
"Pendatang bisa dari mana saja, mungkin turis mancanegara maupun domestik. Bagi para pelancong, orang Bali itu nampak hidupnya santai banget. Ini karena culture petani yang melekat di orang-orang Bali," jelas pria berusia 67 tahun tersebut.
Ia pun menjelaskan bahwa petani biasanya menghadapi musim tanam, ada jeda mereka untuk bersantai di tengah kerja yang berat. Saat orang-orang Bali bersantai, para pendatang jadi betah melihatnya, mereka merasa kehidupan orang Bali lebih santai.
"Banyak orang bilang, seperti orang-orang Jakarta katakan kalau hidup di Bali itu menyenangkan. Seperti libur terus, tidak sebising kerja di Jakarta. Memang culture Bali itu begitu, seperti culture petani," ujar Gde Aryantha.
Orang Indonesia terutama warga Bali punya beragam budaya yang unik dan menarik. Salah satunya yang paling mudah dijumpai yakni menaruh sesaji. Di berbagai tempat, kita bisa dengan mudahnya melihat keberadaan sesaji.
"Tradisi menaruh sesaji ini kan unik. Kalau orang luar lihat 'ngapain?' Di mana-mana ada sesaji. Ini sudah jadi ciri khas kehidupan orang Bali sehari-hari yang lekat dengan kesenian. Misalnya usai memasak, mereka menghaturkan sesaji. Kemudian ada hari-hari lain, seperti adanya hari raya di Bali," terangnya.
"Orang Bali itu memang manusianya seni, hidupnya seni, sehingga lekat dengan kesenian. Kesenian itu banyak mengandung entertainment, makanya orang betah. Ibarat jika mereka ingin cari hiburan, maka datang ke Bali saja, tidak perlu menonton seni pertunjukan khusus," imbuhnya.
Hidup orang Bali memang selalu lekat dengan kesenian. Menghaturkan sesaji, upacara di Pura, Ngaben, setiap lini kehidupannya sudah identik dengan seni. Hal ini jadi daya tarik atau hiburan bagi pendatang.
Megebagan, bermalam di rumah duka
Megebagan adalah kegiatan sosial yang dilakukan oleh warga banjar saat ada warganya yang meninggal. Selama megebagan, warga akan datang secara bergiliran di malam hari ke rumah duka. Megebagan sebagai cara untuk mendukung keluarga yang sedang berduka.
Tidak ada kegiatan khusus yang dilakukan saat megebagan. Warga hanya datang untuk berkumpul, saling mengobrol, dan lainnya. Megebagan juga menjadi ajang untuk mempererat rasa persaudaraan sesama warga banjar di Bali.
Megebagan akan dimulai saat jenazah telah berada di rumah duka. Pemimpin banjar atau kelian akan memberikan informasi kepada warganya bahwa ada seorang warga yang meninggal. Biasanya Megebagan selesai selama dua atau tiga hari setelah jenazah dikubur.
Umat Hindu percaya akan adanya hari baik dalam melakukan kegiatan sehari-hari, terutama yang berhubungan dengan upacara. Oleh karena itu, setelah ada orang yang meninggal, keluarga beserta pengurus banjar akan mencari hari baik untuk menentukan kapan rentetan prosesi-prosesi di atas dilaksanakan. Tata cara pelaksanaan, sarana upacara, dan sebagainya memiliki perbedaan antara satu desa dengan desa lainnya. Semuanya menyesuaikan kebiasaan dan adat istiadat desa setempat.
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Bisnis.com, DENPASAR – Bali sebagai destinasi pariwisata yang dikembangkan sejak puluhan tahun lalu telah menghidupkan bisnis akomodasi hotel dan restoran secara masif. Banyak investor dari dalam dan luar negeri yang membangun hotel mewah di Bali, mulai dari investor yang memiliki reputasi internasional seperti Marriott Group, Aston International dan lainnya.
Selain investor besar, ternyata ada juga putra daerah Bali yang memiliki hotel mewah sejak puluhan tahun lalu. Berikut daftar hotel mewah yang dimiliki oleh orang Bali.
Griya Santrian atau Santrian Group merupakan induk dari sejumlah hotel dan resort bintang lima yang tersebar di Sanur hingga Nusa Dua. Griya Santrian dirintis oleh Ida Bagus Tjentana Putra atau yang dikenal juga dengan nama Ida Pedanda Nabe Gede Dwija Ngenjung, nama ini juga sekaligus menandakan bahwa pendiri Griya Santrian ini seorang tokoh spiritual Bali.
Griya Santrian mulai beroperasi pada 1972 di kawasan pariwisata Sanur tepatnya di Jalan Danau Tamblingan no.47, Sanur. Berada di pesisir pantai Sanur yang Indah, Griya Santrian cepat berkembang dan menjadi tempat menginap para wisatawan mancanegara, terutama dari Australia dan Eropa.
Setelah berkembang, Griya Santrian kemudian memperlebar sayap dengan membangun dua resort di Sanur dan Nusa Dua. Di Sanur dibangun resort mewah dengan nama Puri Santrian, resort ini berada di Jalan Cemara no.35 Sanur, Denpasar. Kemudian di Jalan Pratama, Tanjung Benoa, Nusa Dua dibangun The Royal Santrian yang menawarkan pemandangan Indah pantai Benoa melalui resort dan villa yang mewah.
Ciri khas resort dan villa Santrian Group yakni kental dengan nuansa Bali, terlihat dari bangunan resort dan villa mereka di tiga tempat tersebut. Saat ini Santrian Group dijalankan oleh generasi kedua dan ketiga dari pewaris Ida Bagus Tjentana. Salah satu pemegang saham Griya Santrian adalah Ida Bagus Agung Partha Adnyana yang menjabat sebagai ketua Bali Tourism Board (BTB)
Tjampuhan Group merupakan perusahaan hotel yang didirikan oleh keluarga Puri Ubud, sebuah puri atau kerajaan yang eksis masih sekarang. Wakil Gubernur Bali saat ini, Ida Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau yang akrab disapa Tjok Ace, merupakan pemilik Tjampuhan Group.
Cikal bakal hotel Tjampuhan sudah dirintis oleh ayah Tjok Ace yang bernama Tjokorda Gde Agung Sukawati sejak 1960, keluarga puri Ubud awalnya hanya membangun 12 kamar untuk keperluan pertemuan para tokoh hindu saat itu yang tergabung dalam PHDI. Namun karena berada di kawasan pariwisata Ubud, hotel Tjampuhan menjadi daya tarik bagi wisatawan saat itu. Akhirnya keluarga Puri Ubud terus mengambangkan hotel Tjampuhan Ubud hingga memiliki 80 kamar.
Hotel ini berada di Jalan Raya Campuhan Ubud, Gianyar. Dibawah kendali Tjok Ace, bisnis hotel semakin berkembang, Tjok Ace kemudian mendirikan perusahaan dengan nama Tjampuhan Group, sebagai induk hotel, villa, SPA yang dibangun.
Tjampuhan Group saat ini mengelola sejumlah resort selain hotel Tjampuhan, antara lain Royal Pita Maha di Kedewatan, Ubud. Tjok Ace juga membangun restoran mewah dengan nama Bridges Restoran yang berada di Jalan Raya Campuhan, Ubud. Ada juga The Royal Kirana SPA and Wellness yang berada di jalan raya kedewatan, Ubud.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Ngulapin, prosesi untuk roh orang yang meninggal
Jika seseorang meninggal di luar rumah, maka keluarga akan melakukan prosesi atau upacara ngulapin. Seperti yang pernah diulas Bali.idntimes.com, upacara ngulapin bertujuan untuk menuntun roh kembali ke asalnya. Contoh, jika seseorang meninggal di rumah sakit atau meninggal karena kecelakaan, maka keluarga akan melakukan upacara ngulapin di tempat orang tersebut meninggal.
Umat Hindu percaya, saat orang meninggal karena kecelakaan atau meninggal di suatu tempat, rohnya masih berada di tempat tersebut atau meminjam istilah umumnya bergentayangan. Upacara ngulapin inilah yang akan menuntun roh tersebut pulang ke tempat badan kasarnya disemayamkan, yang kemudian akan dilakukan prosesi ngurug maupun ngaben.
Dewa Tertinggi dilihat dari Urutan Panca Sembah
seperti yang telah diketahui, urutan panca sembah ada 5 point, yaitu sembah puyung, sembah kepada dewa surya, sembah kepada dewa yang dipuja, mohon anugrah dari para dewa tersebut dan ditutup dengan sembah puyung kembali.
merupakan sembah pertama kali, dengan tanpa sarana (puyung), mencakupkan tangan di depan kepala. jika dilihat dari mantranya " om atma tatwatma (tatwa atma)...." menunjukkan bahwa yang tertinggi itu adalah ATMA itu sendiri... sesuai dengan pokok-pokok keimanan agama hindu, dimana atma merupakan tuhan itu sendiri yang berada di dalam tubuh ciptaannya (manusia).
Sembah kedua menggunakan sarana bunga
sembah ini ditujukan kepada dewa surya. dan menurut pandangan secara umum, beliau dipuja karena sebagai saksi kehidupan serta karena beliau merupakan murid terbaik dari dewa siwa sehingga beliau diberi gelar hyang siwa raditya (surya murid dewa siwa).
tetapi, coba kita perhatikan kembali dari akar kata DEWA, dimana "div = sinar". bila dilihat dari kasat mata, apakah yang bersinar di sekeliling kita? sudah tentu ada 2 sumber sinar yaitu matahari dan api. mungkin inilah sebabnya, bila memuja dewa atau melakukan persembahyangan dewa surya tidak pernah luput dari pujaan begitupula
indikasi dewa surya sebagai dewa tertinggi dapat dilihat dari sastra dasa aksara, dimana disebutkan bahwa, 10 huruf suci kemujisatan itu adalah "Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya" dan bila dibaca dengan dialek bahasa bali maka akan terbaca "Sa Bete Ai, Nama Siwa ya" yang artinya asalkan bersinar terutama Matahari, bisa disebut sebagai siwa. pemahaman ini dikembangkan oleh sekta siwasidhanta yang dominan menguasai spiritual di bali. jadi Matahari alias Surya dilihat sebagai sesuatu utama.
tidak hanya dibali saja, bahkan dari jaman awal peradaban manusia, dewa surya dinobatkan sebagai dewa tertinggi, merupakan wakil tuhan.
, ia dipuja sebagai wajah Agni di angkasa (Ṛgveda X. 7. 3), matanya Mitra dan Varuṇa, sebagai dewanya mata atau maha melihat, sebagai pengukur hari (Ṛgveda 1. 50.7), sebagai pencipta segalanya (Ṛgveda 1. 170. 4), sebagai planet angkasa (Ṛgveda X. 177. 1), sebagai roda (Ṛgveda 1. 175.4), pemusnah kegelapan, penyembuh orang sakit dan sebagai pandita (Purohita) bagi para dewa (Ṛgveda VIII. 90.12). Kata Svar (Svah) sebagai asal kata Sūrya. Ia juga disebut Divakara (Atharvaveda IV. 10. 5. Ia digambarkan sebagai laki-laki berkulit hitam kemerah-merahan, memiliki tiga mata dan bertangan empat, dua tangannya memegang bunga teratai, dan dua yang lainnya dalam sikap memberi anugrah. Ia duduk di atas bunga padma (teratai merah) dan dari seluruh tubuhnya memancar cahaya. Ia dipuja setiap hari oleh para rohaniwan melalui pembacaan Gāyatrī mantram.
Dalam Viṣṇu Puraṇa dinyatakan mempunyai istri bemama Sangna, saudaranya Visvakarma, melahirkan tiga orang putra. Di dalam Bhavisya Puraṇa, ia disebut sebagai dewa tertinggi, sedang dalam Brahma Puraṇa ia disebut memiliki 12 nama, sesuai dengan nama 12 Āditya (Dvadasaditya). Kusir kreta dewa Sūrya benama Aruṇa, keretanya ditarik dengan 7 ekor kuda (mengingatkan warna cahaya yang dibiaskan) sedang dewi Candrā keretanya ditarik oleh 12 ekor kuda (mengingatkan 12 bulan setahun)
bila dilihat dari urutan tersebut diatas, dapat diperhatikan bahwa, Persembahan dewa surya mendapat posisi nomor 2, jadi memiliki posisi penting bagi warga Bali. disamping itu, stana Dewa surya selalu hadir dalam setiap upacara yadnya. disamping itu seorang sulinggih juga disebut sebagai surya bagi sisya-nya. dan sulinggih rutin melakukan pemujaan surya-sewana.
tergantung Tahapan Hidup dan Warna seseorang
tidak ada DEWA yang dipuja seumur hidup, bahkan menjadikan SATU DEWA sebagai Tuhan
kira-kira dimana kurangnya bali?
kenapa harus mecari-cari pembenaran kesana kemari?
kenapa tidak lebih mendalami hindu, daripada menyembah satu dewa tertinggi saja?
karena itu kesimpulan saya sebagai pemuda hindu bali yang sudah menikah, Dewa Tertinggi Orang Hindu Bali bagi saya pribadi yang layak kita puja saat ini adalah Sang Hyang Sri Dhana, beliaulah dewa bisnis, dewa kekayaan, yang disamakan dengan dewa kuwera, dewi laksmi.
kenapa kita harus memujanya?
karena saat ini, selama kita belum menginjak wanaprasta, belum siap meninggalkan tanggungjawab menjadi kepala keluarga, yang belum siap meninggalkan anak dan istri serta orang tau dan kerabat, yang belum siap bersikap adil dalam artian luas, UANG itu merupakan salah satu indikator utama jagathita dimasa grahasta, tanpa uang anak tidak sekolah, tanpa uang keluarga tidak makan, tanpa uang semua kegiatan terhenti, tanpa uang akan sulit melakukan yadnya dengan ikhlas... grahasta itu identik dengan Artha dan Kama, orang stres karena uang, orang bingung karena uang... Sang Hyang Sridhana lah sumber kebahagiaan...
tapi semua itu, dalam mencari jagathita tetap berpegang dengan dharma.
bangsa yang berasal daripada pulau Bali | Bangsa Bali
Nama orang Bali biasanya dibuat berdasarkan kasta atau golongan sosial. Namun, dewasa ini kasta di Bali tak lagi berfungsi sebagai pembagian tugas dalam masyarakat, tetapi hanya digunakan dalam silsilah keluarga, seperti pada penamaan seseorang.
Kasta yang tercantum dalam catur wangsa terdiri atas empat golongan yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Brahmana merupakan keturunan pemuka agama yang pada masa kerajaan dipercaya untuk memimpin upacara keagamaan.
Orang-orang dari kasta ini umumnya akan punya nama depan Ida Bagus untuk laki-laki dan Ida Ayu untuk perempuan. Untuk kasta Brahmana, kata 'I' dan 'Ni' itu otomatis diganti dengan 'Bagus' yang berati tampan dan 'Ayu' yang berarti cantik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya Ksatria merupakan keturunan raja, bangsawan, atau golongan kerajaan. Orang-orang dari Kasta ini umumnya punya nama Anak Agung, Cokorda, atau Gusti.
Kemudian untuk kalangan Waisya yang merupakan keturunan pedagang dan pengusaha zaman kerajaan, punya nama seperti Dewa, Desak, Ngakan, Kompyang, Sang, dan Si.
Terakhir adalah golongan Sudra yang dulunya berprofesi sebagai pekerja atau buruh, tetapi dimasa sekarang pekerjaannya sudah lebih bervariasi seperti bekerja di pemerintahan atau swasta.
Nama orang Sudra biasanya menggunakan urutan kelahiran tanpa adanya gelar tertentu, yaitu Wayan untuk anak pertama, Made untuk anak kedua, Nyoman untuk anak ketiga, dan Ketut anak keempat.
Bandana (2015) dalam penelitiannya berjudul Sistem Nama Orang Bali : Kajian Struktur dan Makna, mencontohkan susunan nama orang Bali beserta artinya.
Misalnya Ida Bagus Ketut Maha Indra yang berarti seorang laki-laki, anak keempat dari golongan Brahmana yang diharapkan akan jadi orang besar seperti Dewa Indra.
Contoh lainnya, Anak Agung Istri Purnamawati berarti seorang anak perempuan dari golongan Kstaria yang diharapkan kelak akan tumbuh menjadi gadis cantik bagaikan bulan purnama.
Terakhir, I Nyoman Arya yang artinya seorang laki-laki, anak ketiga, dari golongan masyarakat biasa yang diharapkan akan menjadi orang besar atau memiliki kedudukan tinggi.
Nah, jika sudah tahu konsep dasarnya, apakah kalian sekarang bisa menebak kasta orang Bali berdasarkan namanya? semoga informasi ini berguna ya semeton!
Pulau Bali, seolah tak akan ada habisnya membicarakan keindahannya dari segala aspek. Pulau ini begitu eksotis menawarkan kecantikan baik pemandangan hingga ramah tamah para penduduk aslinya. Rupanya ada beberapa kebiasaan orang Bali yang mampu membuat para turis merasa nyaman, lho! Simak berikut ini 10 sifat orang Bali yang jadi salah satu faktor berkembangnya industri pariwisata setempat.
Keindahan Alam yang 'Nyeni'
Bicara soal keindahan alam, sudah tak diragukan lagi. Bali memang selalu jadi tujuan berwisata. Mulai dari pantainya, beberapa bangunan yang kental dengan budaya Bali, hingga wisata kulinernya. Seolah tak ada habisnya membicarakan keindahan Bali, bahkan keindahan daerahnya pun menyimpan seni.
Lihat saja keberadaan Pura dan bagaimana penduduk setempat menjalani hidup dengan sajian alamnya. Seolah mereka saling berintegrasi, antara keindahan alam, kebudayaan, dan cara mereka menjalani hidup.
"Sesuatu yang mampu membuat turis kembali datang ke Bali itu tak melulu keindahannya. Tapi tradisinya, kebiasaannya, kebudayaan mereka itu sudah kesenian. Orang Bali saban hari itu berkesenian. Menurut saya orang yang paling hidup dengan kesenian itu hanya orang Bali. Jangan dilawan deh orang Bali," ujar Gde Aryantha sembari tertawa.
Nyiramin, prosesi memandikan jenazah
Saat orang meninggal, jenazahnya terlebih dahulu disemayamkan di kamar yang ada di rumah orang tersebut. Sebelum jenazah diupacarai, keluarga dan warga setempat akan memandikan jenazah yang disebut dengan prosesi nyiramin (memandikan jenazah). Dikutip dari laman Bali.kemenag.go.id, untuk memandikan jenazah ini memiliki tata cara tersendiri dan beberapa sarana upacara.
Prosesi nyiramin dilakukan di halaman rumah. Jenazah dikeluarkan dari tempat disemayamkan sebelumnya menuju ke tempat untuk memandikan yang disebut pepaga. Pepaga terbuat dari bambu yang memiliki bentuk seperti tempat tidur seukuran jenazah. Jenazah akan dibersihkan, kemudian dikenakan pakaian yang bersih.
Keluarga orang yang telah meninggal akan menghaturkan sembah bhakti agar perjalanan roh atau atma orang yang meninggal diberikan kelancaran menyatu dengan Sang Penguasa. Setelah prosesi selesai, akan dilanjutkan dengan prosesi yang disebut dengan ngeringkes. Ngeringkes ini untuk membungkus jenazah dengan kain putih dan beberapa sarana lainnya.
Setelah prosesi ngeringkes, dilanjutkan dengan menaruh jenazah di bale dangin atau bale upacara (bangunan khusus untuk melaksanakan upacara yang biasanya terletak di bagian Timur area rumah). Saat jenazah disemayamkan di bale dangin atau bale upacara, keluarga atau orang-orang terdekat menghaturkan punjung atau disebut memunjung. Memunjung ini simbol menghaturkan makanan kepada roh atau arwah orang yang telah meninggal tersebut.
Dewa Tertinggi berdasarkan Catur Asrama
seperti yang telah diketahui, catur asrama merupakan tahapan hidup seseorang, dimana seorang manusia baiknya mengawali hidupnya dengan tahap belajar, kemudian dilanjutkan ke tahap berrumah tangga, tahap melepaskan diri dari ikatan keluarga dan terakhir tahap menjadi seorang sepiritual.
adapun dewa-dewa yang dipuja setiap tahap pastilah berbeda, mungkin sama tetapi harusnya berbeda, karena fungsi dewa/dewi yang dipuja pastilah berbeda, contohnya:
Dewa Tertinggi pada tahap brahmacari,
Brahmacari merupakan tahap belajar, dimana tahap belajar ini dilakukan seumur hidup kita, sehingga yang dipuja adalah yang berkaitan dengan pusat-pusat inspirasi dan pengetahun. sehingga, misalnya bagi seseorang yang masih pada tahap belajar, menjadi murid ataupun mahasiswa, dewa tertingginya adalah Dewi Saraswati.
Dewa Tertinggi pada tahap Grahasta,
Grahasta adalah tahapan hidup membangun keluarga, bermasyarakat serta bersosialisasi. tahap grahasta ini merupakan tahap melakukan praktek atas apa yang dipelajari saat brahmacari. sehingga dapat dikatakan bahwa brahmacari merupakan tahap awal grahasta.
pada tahap ini, untuk ukuran dijaman sekarang, tujuan tertinggi dalam tahap grahasta adalah untuk membahagiakan keluarga dan orang-orang disekeliling kita, disamping menyumbangkan pikiran serta uang (artha) sangatlah penting, karena itu carilah uang sebanyak-banyaknya, bahagiakan dirimu, keluargamu dan bersosialisasilah, baik dalam banjar, desa adat serta dilingkungan-keseharianmu dan jaga semua itu dengan dharma.
pada tahap grahasta inilah awal normalnya awal terbentuknya catur warna. jadi Dewa tertinggi pada saat grahasta pasti akan berbeda-beda, karena disesuaikan dengan profesi yang sedang dilakoni.
mengenai penentuan jenis profesi hidup, silahkan baca: "
begitupula profesi-profesi lainnya, pasti akan berbeda-beda dewa tertinggi setiap orang, karena berhubungan dengan profesi yang dijalani.
Dewa utama pada tahap wanaprasta,
pada tahap ini, diharapkan umat hindu sudah banyak pengalaman, karena sudah melewati masa brahmacari dan grahasta, diharapkan umat sudah bisa lebih bijaksana, menekankan penyebaran ajaran, menjadi pemuka agama ataupun adat, memberi contoh dalam menjalani kehidupan. wanaprasta tidaklah harus kehutan berpuasa serta berlajar menghindari buas-nya kehidupan hutan, tetapi lihatlah hutan tersebut sebagai pergaulan, yang lebih buas dari harimau, puasalah di lingkungan anda, tidak hanya puasa tidak makan seperti dihutan tetapi puasa mengendalikan indria, keinginan dan ego. sehinga dewa yang dipuja berkaitan dengan kebijaksanaan, seperti dewa siwa, ganesha, gayatri dll
Dewa utama pada masa Sanyasin/biksuka
tahap akhir adalah sanyasin, merupakan tahap dimana seseorang benar-benar melepaskan ikatan duniawi dan mulai mendalami spiritual keagamaan, dimana dibali lebih dikenal sebagai kelompok sulinggih.
mungkin akan ada pertanyaan, berarti apakah setiap umat hindu wajib menjadi sulinggih? jawabannya IYA, tapi mampukah anda..?
dilihat dari tugasnya, sanyasin hanya bertapa, meditasi, melakukan pendekatan diri kepada tuhan? apa-bedanya dengan para sulinggih, yang rutinitasnya nyurya-sewana tiap pagi, siang, sore serta acara-acara muput yadnya lainnya. seorang sanyasin hanya menggantungkan hidupnya dari sedekah, karena itu sebagai umat yang memahami dharma wajib menghaturkan punia kepada para sanyasin sebagai salahsatu wujud dari rsi yadnya. secara samar dihaturkan punia oleh orang-orang yang meminta beliau untuk muput yadnya. tapi memang realitanya, banyak pendeta/sulinggih yang sengaja meminta-minta derma, dengan alasan muput yadnya tetapi punianya ditarifkan.
melihat tugas pokok dari sanyasin, maka dapat dipaparkan bahwa dewa utama yang dipuja adalah dewa siwa, yang selalu meditasi untuk keselamatan dunia atau dewa surya yang selalu memberikan pencerahan.